Minggu, 18 September 2011, Mat 20:1-16a
“Iri
hatikah engkau, karena aku murah hati?”
(Mat 20:15)
Tidak adil, pilih kasih… masak kerja seharian upahnya
sama yang satu jam aja. Aturan dari mana tuh? Anak TK pun tau kalau gak bener.
Bikin orang iri hatilah!
Knapa juga
harus marah? Kamu yang gak tau kali. You pikir
baik-baik. Orang yang kerja seharian itu harusnya bersyukur, sebab cepat dapat
kerja tanpa harus cari dan nunggu-nunggu. Upah pun terjamin sudah. Coba lihat
itu orang yang sampai sore terpaksa nganggur. Nasibnya gak tentu rudu lagi… lalu
mau makan dari mana?
Pinter-pinter
cari nafkahlah.
Emangnya
dia itu gak cari nafkah? Karna gak dapatnya maka nganggur. Bukankah keadilan itu
juga menyangkut kesempatan yang sama ‘tuk dapatkan nafkah?
Ya
urusannya sendirilah kalau gak berhasil dapatkan nafkah.
Eeee
lha da lah… Hidup dalam Kerajaan Surga ‘tuh gak seperti itu, kawan! Makanya
lihat donk konteksnya.
Melihat
Konteks
(Mat 20:1-16)
Konteks dari perumpamaan tentang para
pekerja kebun anggur adalah pembicaraan soal upah bagi pengikut Yesus. Petrus
bertanya kepada Yesus: “Kami ini telah
meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami
peroleh?” Jawab Yesus: “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia
bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikuti Aku, akan duduk juga
di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap
orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau
saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima
kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak
orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi
yang terdahulu” (Mat 19:27-30).
Kepada semua pengikut Yesus yang telah
meninggalkan segala sesuatunya dijanjikan upah yang sama, yaitu imbalan seratus
kali lipat dan hidup kekal. Namun Mat 20:21-24 memaparkan bahwa di antara para
murid itu ada beberapa yang menginginkan imbalan lebih besar, yaitu duduk di
sebelah kiri dan kanan Yesus dalam Kerajaan-Nya. Keinginan itu memancing emosi
dan kemarahan murid-murid yang lain. Artinya, para murid yang lain pun ingin
menjadi yang pertama. Perumpamaan tentang para pekerja kebun anggur
mengantisipasi ambisi untuk mendahului yang lain itu lewat protes para pekerja
terdahulu atas upah yang sama dengan para pekerja satu jam terakhir. Kepada
para murid yang seperti itu diperingatkan bahwa “demikianlah orang yang terakhir akan menjadi
yang terdahulu dan yang terdahulu
akan menjadi yang terakhir” (Mat 20:16).
Mat 20:1-15
|
||
Perjanjian Kerja (Mat 20:1-7)
|
||
Keluar
|
Kesepakatan
|
Undangan
|
1 “Adapun hal Kerajaan Surga sama
seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari
pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya.
|
2a Setelah ia sepakat dengan
pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari,
|
2b ia menyuruh mereka ke kebun
anggurnya.
|
3 Kira-kira pukul sembilan pagi ia
keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar.
|
4a Katanya kepada mereka: dan apa
yang pantas akan kuberikan kepadamu.
|
4a,b Pergi jugalah kamu ke kebun
anggurku… Dan mereka pun pergi.
|
5a Kira-kira pukul dua belas dan
pukul tiga petang ia keluar pula
|
|
5b dan melakukan sama seperti tadi.
|
6 Kira-kira pukul lima petang ia
keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka:
Mengapa kamu mengganggur saja di sini sepanjang hari? 7 Kata
mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami.
|
|
7b Katanya kepada mereka: Pergi
jugalah kamu ke kebun anggurku.
|
Pembayaran Upah (Mat 20:8-10)
|
||
8 Ketika hari malam tuan itu
berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah
mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk
terdahulu. 9 Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira
pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. 10
Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih
banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga.
|
||
Pembenaran (Mat 20:11-15)
|
||
11 Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada tuan itu, 12 katanya: Mereka yang masuk
terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami
yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. 13
Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku
tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? 14
Ambillah bagianmu dan pergilah; aku akan memberikan kepada orang yang masuk
terakhir ini sama seperti kepadamu. 15 Tidakkah aku bebas
mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau,
karena aku murah hati?
|
Perumpamaan
berlatar belakang kehidupan bangsa Yahudi yang menganut Kalender Bulan. Mereka menghitung
hari mulai pada waktu matahari terbenam. Namun hari kerja dihitung mulai
matahari terbit secara periodik dari jam 06.00, 09.00, 12.00, 15.00 dan
berakhir pada jam 18.00. Para pekerja upahan biasanya duduk-duduk atau
mondar-mandir di pasar sambil menunggu orang yang memerlukan jasanya. Mereka digaji
menurut jumlah periode waktunya, di mana setiap periode berlangsung selama tiga
jam.
Kerajaan Surga seumpama seorang pemilik kebun anggur yang
mencari pekerja upahan. Dengan pekerja yang mulai jam 06.00 disepakati besarnya
upah sedinar sehari. Satu dinar adalah uang perak Romawi yang dijadikan upah
minimum harian. Upah kerja sedinar sehari itu dinilai lazim dan adil pada waktu
itu. Selanjutnya masuklah pekerja-pekerja upahan lain pada jam 09.00, 12.00,
15.00 dan 17.00. Kelompok pekerja yang masuk jam 17.00 berarti hanya bekerja
selama satu jam, karena masa kerja berakhir jam 18.00.
Di akhir masa kerja, pemilik kebun memanggil semua pekerja
untuk menerima upahnya masing-masing. Sebab upah para pekerja harian harus
dibayarkan setiap hari sebelum matahari terbenam sesuai dengan peraturan dalam
Im 19:13 (“Janganlah kautahan upah
seorang pekerja harian sampai besok harinya”) dan Ul 24:15 (“Pada hari itu juga haruslah engkau membayar
upahnya sebelum matahari terbenam”). Rupanya pemilik kebun itu memberi upah
yang sama, yaitu satu dinar untuk yang bekerja selama empat periode waktu (dua
belas jam) maupun yang kurang dari satu periode waktu (satu jam). Penyamarataan
upah itu menuai protes dari para pekerja yang bekerja seharian penuh. Mereka
tidak puas… “masak yang bekerja selama dua belas jam upahnya sama dengan yang
bekerja satu jam saja.” Mereka bersungut-sungut karena merasa diperlakukan
tidak adil dan dirampas haknya. Mereka menuntut hak untuk mendapatkan upah yang
lebih besar.
Sebenarnya para pekerja yang datang duluan itu bukan lagi
hanya menuntut hak, tetapi hak istimewa atau privilege. Mereka ingin diistimewakan, sehingga berbicara tentang
orang-orang yang datang terakhir dengan nada penghinaan: “Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam.” Dipakai
kata “mereka” dan bukan kawan-kawan atau rekan-rekan sekerja yang datang
belakangan. Para pekerja yang datang duluan itu menuntut hak istimewa serentak
memisahkan diri dari para pekerja yang datang belakangan. Pada hal status
mereka juga sama-sama pekerja. Oleh karena itu, kata pemilik kebun: “Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau. Bukankah kita sudah sepakat sedinar sehari? Atau iri hatikah
engkau, karena aku murah hati?”
Pemilik kebun menegaskan bahwa ia tidak berlaku yang tidak
adil. Sebab mereka memang sudah sepakat dengan upah sedinar sehari dan pemilik
kebun memberikannya upah itu. Bahwa ia memberikan sedinar juga kepada yang
hanya bekerja satu jam, itu ya hak dia toh. Bukankah ia memang berhak dan bebas
menggunakan uangnya? Bukankah protes para pekerja terdahulu itu justru karena
mereka iri hati terhadap kemurahan hati pemilik kebun kepada para pekerja yang
datang belakangan? Ungkapan “iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”
harfiahnya “jahatkah matamu, karena aku murah hati?” Ungkapan ini biasa
digunakan oleh para rabi Yahudi untuk mengungkapkan rasa cemburu atau iri hati.
Mencari dan Menjimpit Pesan
Perumpamaan tentang pemilik kebun anggur yang mencari
pekerja upahan mau melukiskan cara bertindak Allah yang murah hati dan penuh kasih
terhadap orang-orang yang dipanggil-Nya menjadi warga Kerajaan-Nya. Pemilik
kebun anggur adalah gambaran dari Allah. Pemilik kebun yang terus-menerus
mencari para pekerja upahan adalah gambaran dari komitmen Allah yang tiada
henti mencari manusia, agar masuk dalam Kerajaan-Nya, di saat terakhir
sekalipun. Pemilik kebun yang menawarkan pekerjaan bagi pekerja upahan yang
masih nganggur pada jam 09.00, 12.00, 15.00, bahkan jam 17.00, adalah gambaran
dari Allah yang memberi kesempatan untuk mendapatkan nafkah kepada setiap
orang. Orang-orang yang terus mencari-cari untuk mendapatkan rezeki tidak
dibiarkan oleh Allah. Itulah keadilan ala Kerajaan Allah yang bukan berdasar
pada ganjaran atas jasa dan masa bakti, tetapi lebih pada kemurahan hati Allah.
Kemurahan hati Allah itu terungkap dalam penyamarataan upah
untuk semua pekerja, sebab kemurahan ilahi tidak bisa diukur berdasarkan
banyaknya jasa dan lamanya masa kerja. Upah sedinar sehari untuk para pekerja yang hanya bekerja satu
jam pun toh tidak dihadiahkan begitu saja, tetapi mereka bekerja
sungguh-sungguh dan masa kerjanya memang juga sudah habis. Sedangkan yang
datang sejak jam 06.00 memang masa kerjanya sehari penuh. Oleh karena itu, para
pekerja upahan yang bekerja seharian penuh dan menuntut upah yang lebih besar
adalah gambaran dari orang-orang Yahudi yang dipanggil Tuhan lebih dahulu dan mengklaim
sebagai orang-orang benar yang lebih berhak atas keselamatan. Sedangkan para
pekerja upahan yang mulai bekerja pada jam 09.00, 12.00, 15.00 dan terutama satu
jam terakhir adalah gambaran dari orang-orang bukan Yahudi yang dipanggil Tuhan
berikutnya dan tidak memiliki apapun untuk dibanggakan.
Kemurahan hati Allah yang terungkap dalam penyamarataan
upah itu berupa pemberian keselamatan bagi siapapun dan kapanpun orang itu masuk
Kerajaan-Nya. Allah tidak memperhitungkan lamanya masa bakti atau besarnya
prestasi, tetapi orang yang baru saja bertobat pun menerima anugerah
keselamatan sama dengan orang yang sudah lama menjadi pengikut setia Yesus.
Persoalannya adalah bahwa tidak semua pengikut Yesus memiliki
hati yang lapang seperti Allah. Mereka yang sudah lama berbakti dan banyak
berprestasi di ladang Tuhan merasa lebih berhak dari para pendatang baru.
Mereka menghitung-hitung jasa dan masa baktinya, sehingga kurang bisa turut
bergembira, bahkan malah iri hati, atas anugerah yang diberikan Tuhan kepada
orang yang baru bertobat. Sikap seperti itu dapat membalikkan keberuntungan
yang telah dijanjikan kepada mereka. Sebab kepada orang yang sudah banyak
mengorbankan diri demi Kristus dan sesama telah dijanjikan akan mendapatkan
upah besar di surga. Tetapi dengan memandang dirinya lebih berjasa dan iri hati,
janji itu batal. Alhasil, dalam pengadilan terakhir nanti “orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu
akan menjadi yang terakhir.”
Tidak jarang kita mengklaim diri sebagai orang yang berjasa
dalam Gereja dan merasa berhak untuk mendapatkan perlakuan dan ganjaran yang
lebih dari pada yang lain. Akibatnya, ketika orang lain lebih mujur dan
beruntung, maka kita iri hati dan merasa diperlakukan tidak adil oleh Allah,
lalu mutung atau ngambek dan tidak mau melayani lagi. Oleh karena itu, pelayanan
kita terhadap sesama harus dijalankan secara ikhlas hati dan jangan
hitung-hitung jasa demi balas budi.
Mengucap Doa
Demi
nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
Allah
Bapa kami yang maha murah. Engkau telah menunjukkan kemurahan-Mu dengan memberi
kesempatan kepada siapapun untuk mendapatkan keselamatan dalam Putera-Mu Yesus
Kristus. Syukur atas semuanya itu ya Tuhan. Bantu kami untuk memanfaatkan sebaik
mungkin kesempatan kerja dengan kasih dan keadilan. Mampukan kami untuk
mensyukuri berkat-Mu yang telah kami terima tanpa harus merasa iri terhadap
sesama yang lebih beruntung. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami.
Demi
nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar